diringkas dari tulisan karya Bertrand Russel dkk
(penulis: Morton Hunt)
Pendidikan dapat menjadi sumber hambatan mental, terutama jika para siswa/mahasiswa diajar untuk menyelesaikan setiap masalah dengan gaya penyelesaian buku panduan yang kaku. Hal ini terjadi bukan hanya pada pembelajaran formal namun juga dalam belajar kita tentang urusan sehari-hari.
Seorang Profesor dari Swarthmore pernah meminta mahasiswa-mahasiswanya di fakultas psikologi untuk mengambil sebuah bola pingpong dari dasar sebuah pipa berkarat yang tegak lurus. Di ruangan itu terdapat palu, beberapa tang, penggaris, penghisap soda, peniti dan satu ember air kotor. Mahasiswa-mahasiswa itu memulainya dengan mengail bola tersebut dengan berbagai benda dan gagal, namun akhirnya kurang lebih setengah dari mereka tahu bahwa penyelesaiannya adalah dengan cara menumpahkan air kotor ke dalam silinder tersebut dan mengapungkan bola itu ke atas.
Setelah itu, sang Profesor mengulangi percobaannya terhadap beberapa mahasiswa lain, namun dengan satu pertbedaan, ia mengganti satu ember air kotor tersebut dengan satu teko air es, yang diletakkan di atas alas meja yang kering dan dikelilingi gelas-gelas yang mengkilat. Tak satu mahasiswa pun yang mampu mengatasi masalah tersebut. Mengapa? Karena mereka paham bahwa air dingin dalam teko tersebut adalah untuk minum, bukan untuk dituangkan ke dalam pipa karat untuk mengatasi masalah.
Jelas, jawabannya bukan untuk menghindari pendidikan, namun untuk menghindari pendidikan yang kaku dan sempit. Jika para guru/dosen dan orang tua mendoktrin seorang anak bahwa ada cara yang salah dan yang benar dalam melakukan segala sesuatu, anak tersebut cenderung akan menjadi kaku dalam cara berpikirnya. Jika mereka mendorongnya untuk menyelesaikan segala sesuatu sekehendak dirinya, secara alamiah cara berpikirnya akan menjadi lebih fleksibel. Ketika ia tumbuh dewasa dan mencoba mendesain mobil agar lebih baik, atau menyelesaikan suatu perselisihan, ia tidak akan terbatas hanya pada pendekatan-pendekatan yang telah ia miliki.
Salah satu metode paling sukses dalam mengatasi hambatan mental adalah teknik konferensi yang disebut "brainstorming". Aturannya yaitu: 1) apapun boleh, 2) semakin aneh suatu gagasan semakin baik, dan 3) tak seorang pun mengkritik suatu gagasan.
Sebab lain hambatan emosional adalah tekanan. Hampir mahasiswa manapun dapat mengatakan kepada Anda bagaimana fakta-fakta yang telah dikuasai hilang dari ingatannya di bawah tekanan menghadapi sebuah ujian akhir. Kita sering menyangka bahwa di bawah rangsangan yang kuat atau sebuah kompetisi, orang menghasilkan yang terbaik. Itu mungkin benar dalam lomba lari, namun saat Anda sedang mencari ide-ide baru atau sedang memecahkan suatu masalah yang rumit, tekanan yang terus meningkat cenderung lebih menyebabkan adanya hambatan mental.
Saya setuju..., dok.
BalasHapusHal kecil merupakan seni yang tidak ternilai dengan apa pun juga.
Semua itu ada talenta yang sangat berguna sekali bagi kehidupan kita masing2.
Semua itu tidak dapat dimiliki oleh siapa pun juga.
Yang dapat memiliki itu hanyalah diri pribadi sendiri saja dan hal tersebut harus terus dijaga dan dipelihara sebagai pengalaman untuk bekal di masa depan bagi bangsa dan negara.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus"Imajinasi itu lebih penting daripada pengetahuan"
BalasHapus(Albert Einstein)
Dunia 3 dimensi merupakan sesuatu yang bisa dikatakan "Dunianya" Einstein. Imajinasi/daya khayal itu, katanya merupakan karunia yang lebih berarti dari kemampuannya menyerap pengetahuan.
saya setuju, karena tanpa imajinasi, suatu ilmu pengetahuan tidak akan berkembang,...
lewat imajinasi, banyak ide-ide baru yang dilahirkan.
itu yang disebut berpikir kreatif.
bagaimana cara kita memecahkan suatu masalah, bagaimana kita dapat menjelaskannya secara sederhana..
nah kreatifitas dalam berimajinasi itu yang kita gunakan...
saya rasa semua orang bisa berimajinasi...
banyak ide-ide yang brilian bisa lahir dari imajinasi...
namun masalahnya, masih banyak penerapan sistem belajar yang "terlalu" sesuai teori.
beberapa pengajar hanya mengutamakan ilmu itu berdasarkan teori yang telah ada.
ini menekan kebebasan kami sebagai pelajar dalam mengembangkan ilmu itu sesuai daya pikir kami..
saya tidak mengatakan teori yang lama itu salah,namun apa salahnya teori itu kita kembangkan lagi...
mungkin banyak hal yang dapat kita temukan.
Hambatan inilah yang membuat pelajar hanya bisa berimajinasi, namun dalam mengungkapkan suatu ide agak susah...
Karena telah tertanam dalam benak mereka, apa yang sudah menjadi teori,itulah yang layak digunakan.
ini membuat sistem belajar menjadi seperti ibarat 'anak yang makan terus disuapi'.
maka tidak heran ketika ditanya " ada pertanyaan?"
pelajar akan diam.
pikiran mereka hanya satu :
apa yang telah dijelaskan,itu yang benar.
Saya sebagai mahasiswa sangat mengharapkan suasana belajar dimana kami dilatih untuk berpikir kritis dalam bertanya, dan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah.